Candi Cangkuang


CANDI CANGKUANGSatu-satunya candi yang ada di Jawa Barat

Kabupaten Garut layak berbesar hati. Bukan apa apa, Garut yang dulu dikenal sebagai Swiss van Java itu memiliki sebuah Candi Cangkuang nan elok. Inilah satu-satunya candi yang ada di Provinsi Jawa Barat.

Candi Cangkuang ini berada di desa Cangkuang, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut. Secara Geografis letak candi ini juga unik. Ia berada di sebuah pulau kecil seluas 24.000 hektare yang dikelilingi air situ Cangkuang. Untuk menikmati peninggalan umat Hindu yang bersejarah itu, anda perlu menyewa perahu rakit terbuat dari bambu yang sudah tersedia disana.

Menjelajah situ Cangkuang seluas 25,55 hektare itu memang mengasyikkan. Airnya sangat jernih. Angin sejuk sepoi-sepoi. Beberapa warga sekitar tampak menjala ikan, sebagian memancing ikan ditepi-tepi situ.

Daya tarik Cangkuang
Secara fisik bangunan candi tidak besar. Namun demikian candi ini memiliki nilai sejarah yang tinggi. Di candi yang telah dipugar pada tahun 1974 -1976 itu terdapat patung Siwa.

Menurut Yosephine DS, Budiman, dan M Widiarto dalam bukunya Pesona Wisata Jalur Selatan Jawa, Panduan Perjalanan dan Wisata Lengkap, candi tersebut merupakan peninggalan umat Hindu yang didirikan pada abad ke- 8. Batu-batu candi itu ditemukan oleh Tim Sejarah Leles yang diketuai Prof Harsoyo pada 9 Desember 1966.

Sepuluh tahun setelah itu, tepatnya 10 Desember 1976, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (ketika itu) Prof. D Suardi Thayeb meresmikan Candi Cangkuang. Sejak saat itu menjadi cagar budaya yang patut dilestarikan keberadaannya.

Kini, Candi Cangkuang berdiri elok dengan dikelilingi pohon-pohon besar seperti Hantap (sterculia foetida), pohon pandan (pandanus furtacus), dan lain-lain. Dalam bahasa Sunda, cangkuang berarti pohon pandan. Pohon ini memang tumbuh subur di pulau kecil tersebut.

Sejarah Budaya Terlengkap
Kita memang patut bersyukur memiliki candi Cangkuang beserta Situ Cangkuang. Betapa tidak, kawasan tersebut bisa jadi menorehkan catatan sejarah budaya terlengkap. Sebut saja mulai dari sejarah neolitichum dan megalitichum, Hindu sampai Islam pernah hadir disana.

Bukti-bukti sejarah tersebut bisa ditemukan disana. Menurut para arkeolog, di sekitar candi ditemukan berbagai alat pada zaman pra sejarah seperti alat-alat dari batu obsidian (batu kendan), pecahan-pecahan tembikar pada zaman neolithicum, dan batu-batu besar pada zaman megalithicum.

Sementara itu, kebudayaan terbaru ditandai dengan hadirnya budaya Islam. Hal itu dibuktikan antara lain dengan adanya makam tokoh agama Islam Syech Arief Muhammad yang berjarak 2 m dari candi Cangkuang. Tak jauh dari situ juga terdapat Masjid yang anggun.

Sekitar 500 meter dari makam tersebut, juga dimakamkan beberapa tokoh masyarakat yang berjasa. Di antaranya Sunan Pangadegan Wiradijaya, Wirabaya, Prabu Santosa dan Mayagatrek.

Lalu siapa itu Sjech Arief Muhammad? Dialah keturunan ke-8 dari Nabi Muhammad SAW. Konon, ia adalah tentara Mataram yang diutus Raja Sultan Agung untuk menyerbu kolonial Belanda di Batavia pada abad ke-17.

Perlawanan pasukan Arief Muhammad itu tak mampu mengimbangi keperkasaan tentara Belanda. Maklum, si penjajah memiliki peralatan senjata yang lebih lengkap dan modern. Ia bersama pasukannya terdesak mundur hingga ke Priangan Timur dan Cangkuang.

Kegagalan tersebut, tentu saja membuat ia malu dan enggan kembali ke Mataram. Ia bersama sekelompok kecil prajurit Mataram itu lalu menetap di Kampung Pulo. Dari situlah ia menyebarkan agama Islam ke Garut dan sekitarnya. Beliau akhirnya wafat dan dimakamkan tak jauh dari Candi Cangkuang.

Kini anda bisa menikmati keindahan dan keunikan Kampung Pulo yang masih terdapat di pulau kecil tadi. Kampung itu terdiri dari 6 rumah khas yang antik dan sebuah masjid. Rumah-rumah tradisional itu tersusun rapih dengan halaman yang cukup luas. Mereka yang berhak menempati rumah tersebut adalah wanita. Bagi anak laki-laki yang sudah menikah harus meninggalkan kampung tersebut.

Kendati Sjech Arief Muhammad berasal dari Mataram, namun upacara pernikahan, kelahiran anak, kematian, dan khitanan di Kampung Pulo menggunakan adat Sunda.

0 komentar: