1

Candi Sewu

CANDI SEWU terletak di dukuh Bener, desa Bugisan, kecamatan Prambanan, kabupaten Klaten, propinsi Jawa Tengah. Dahulu candi ini berada di tengah-tengah pemukiman penduduk yang cukup padat. Yang sekarang sebagian telah dikosongkan untuk lokasi Taman Wisata Candi Borobudur-Prambanan Unit Prambanan. Dengan demikian Candi Sewu kini berada dalam lingkungan Taman Wisata Unit Prambanan, tepatnya disebelah utara Candi Prambanan. Candi ini terletak sekitar delapan belas kilometer di sebelah timur kota Yogyakarta .


Candi Sewu merupakan kompleks candi berlatar belakang agama Buddha terbesar di Jawa tengah di samping Borobudur, yang di bangun pada akhir abad VIII M. Ditinjau dari luas dan banyaknya bangunan yang ada di dalam kompleks, diduga Candi Sewu dahulu merupakan candi kerajaan dan salah satu pusat kegiatan keagamaan yang cukup penting pada jamannya. Sedangkan dilihat dari lokasi, letak Candi Sewu yang tidak jauh dari Candi Prambanan, menunjukkan bahwa pada saat itu dua agama besar dunia yaitu Hindu dan Buddha berdampingan secara damai.


Pada tahun 1960, di kompleks Candi Sewu telah ditemukan prasasti berangka tahun 714 c atau 792 M, yang isinya antara lain menyebutkan adanya penyempurnaan bangunan suci yang bernama Manjus'rigra. Berdasarkan prasasti tersebut, diduga nama asli Candi Sewu adalah Manjus'rigra yang artinya rumah Manjusri, Yaitu salah satu Boddhisatawa dalam agama Buddha. Mengenai tahun pendirian bangunan tersebut sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun tentunya sebelum tahun 792 M yang diketahui sebagai tahun penyempurnaan bangunan. Prasasti Kelurak yang berangka tahun 782 M yang ditemukan di dekat Candi Lumbung yakni beberapa ratus meter dari Candi Sewu, menurut R. Soekmono dihubungkan dengan Candi Sewu. Prasasti-prasasti tersebut tidak menyebutkan secara jelas nama raja yang memerintahkan membuat bangunan suci tersebut. Meskipun demikian dari data lain diduga Candi Sewu mulai didirikan pada akhir masa pemerintahan Rakai Panangkaran, seorang raja besar dari kerajaan Mataram kuno yang memerintah tahun 746-784 M.


Candi Sewu merupakan sebuah bangunan yang cukup luas, yang didalamnya terdapat 249 buah bangunan terdiri atas satu Candi Induk,delapan Candi Apit, dan 240 Candi Perwara. Berdasarkan temuan fondasi pagar di sebelah timur kompleks Candi Sewu pada tahun 194, diduga kompleks Candi Sewu dahulu terbagi dalam tiga halaman yang masing-masing dipisahkan oleh pagar keliling. Candi induk terletak pada halaman pertama yang dibatasi oleh pagar keliling setinggi delapan lima centimeter, dan berdenah persegi empat (40x41 meter). Denah bangunan utama candi berbentuk palang bersudut 20 dengan garis tengah dua delapan koma sembilan meter.


Candi Induk Sewu mempunyai bilik utama (bilik tengah) dan empat buah bilik penampil. Masing-masing bilik penampil mempunyai pintu masuk. Pintu masuk sebelah timur sekaligus berfungsi sebagai pintu masuk utama menuju bilik tengah. Dengan demikian Candi Induk Sewu menghadap ke timur.


Candi Perwara dan candi Apit seluruhnya terdapat pada halaman kedua. Candi Perwara disusun dalam empat deret membentuk empat persegi panjang yang konsentris. Pada deret I terdapat 2 bangunan, deret II 44 bangunan, deret III delapan puluh bangunan, dan deret IV terdapat delapan puluh delapan bangunan. Seluruh Candi Perwara yang berada pada deret I, II Dan IV mempunyai orientasi keluar (membelakangi Candi Induk), sedangkan deret III mempunyai orientasi kedalam (menghadap Candi Induk), Candi Apit terletak di antara Candi Perwara deret II dan III, masing-masing sepasang di setiap penjuru. Kedudukan setiap pasang Candi Apit mengapit jalan yang membelah halaman ke dua tepat pada sumbu-sumbunya. Delapan Candi Apit tersebut mempunyai orientasi ke jalan yang membelah halaman kedua. Pada keempat ujung jalan di dekat pagar halaman ke dua, masing-masing terdapat sepasang arca Dwarapala ukuran raksasa. Tinggi arca kurang lebih 229,5 cm dan ditempatkan diatas lapik persegi setinggi kurang lebih 111 cm. Pintu dan pagar keliling halaman kedua yang terbuat dari batu putih pada saat ini dalam keadan runtuh. Namun berdasarkan reuntuhannya dapat diketahui bahwa pagar keliling halaman ke dua halaman ini berukuran kurang lebih seratus tujuh puluh meter kali seratus delapan puluh tujuh meter.


Candi Sewu secara vertikal dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu kaki, tubuh dan atap candi. Seluruh bangunan terbuat dari batu andesit kecuali inti bangunannya yang terbuat dari tatanan bata merah yang membentuk kubus. Struktur bata merah berbentuk kubus ini tidak dapat dilihat dari luar karena letaknya berada di dalam bangunan. Pada kaki candi terdapat sederetan hiasan relief yang menggambarkan motif purnakalasa atau hiasan jambangan bunga, juga "arca" singa pada setiap sudut pertemuan antara kaki dan struktur tangga. Selain itu pada sisi luar pipi tangga yang ujungnya berbentuk makara, terdapat relief yang menggambarkan seorang yaksa, kalpawrksa, dan jambangan bunga berbentuk sankha.


Cinding tubuh candi membagi bangunan menjadi 13 bagian yaitu satu bangunan tengah, empat lorong, empat selasar dan empat penampil. Setiap penampil mempunyai pintu ke luar dan pintu penghubung dengan lorong, sedangkan lorong-lorong tersebut juga mempunyai pintu penghubung dengan selasar di kanan kirinya. Khusus pada lorong timur terdapat pintu penghubung dengan bilik tengah. Di dalam bilik tengah terdapat sebuah asana lengkap dengan sandaranyya yang ditempatkan merapat ke dinding barat ruangan. Diduga asana tersebut dahulu diisi Arca Manjus'ri yang tingginya kurang lebih 360 cm. Sedangkan setiap bilik penampil diduga dahulu berisi enam arca yang diletakkan dalam enam relung, masing-masing tiga relung, masing-masing tiga relung berjajar di dinding kanan dan kiri. Hiasan-hiasan yang ada pada tubuh candi antara lain :


Kala makara pada ambang pintu-pintunya.
Relief seorang dewa yang duduk dalam posisi vajrasana, kepalanya dikelilingi rangkaian api (siracakra) sebagai lambang Kedewaan. Relief ini terdapat di bawah kala.
Relief-relief yang menggambarkan beberapa penari dan pemain kendang, terdapat pada dinding luar pagar langkan. Gana (makhluk kayangan yang digambarkan seperti orang cebol) terdapat pada sudut-sudut bangunan.
Candi Induk Sewu mempunyai sembilan atap yang terdiri atas empat atap penampil, empat atap lorong, dan satu atap bilik utama, yang semua puncaknya berbentuk stupa. Atap bilik utama merupakan atap yang paling besar dan paling tinggi yang terdiri dari tiga tingkatan. Hiasan-hiasan yang ada pada atap candi antara lain pilaster-pilaster, relung-relung, dan antefik-antefik berhias dewa dan motif tumbuh-tumbuhan. Di dekat candi Sewu terdapat candi-candi maupun situs-situs yang kurang terpelihara. Sebagian candi maupun situs ini sudah tinggal reruntuhan.
Read more
1

Candi Selagriya, Magelang

Read more
0

Candi Canggal atau Candi Gunung

 
Candi Gunung Wukir atau Candi Canggal adalah candi Hindu yang berada di dusun Canggal, kalurahan Kadiluwih, kecamatan Salam, Magelang, Jawa Tengah. Candi ini tepatnya berada di atas bukit Gunung Wukir dari lereng gunung Merapi pada perbatasan wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta. Menurut perkiraan, candi ini merupakan candi tertua yang dibangun pada saat pemerintahan raja Sanjaya dari zaman Kerajaan Mataram Kuno, yaitu pada tahun 732 M (654 tahun Saka).

Ciri-cirinya :
Kompleks dari reruntuhan candi ini mempunyai ukuran 50 m x 50 m terbuat dari jenis batu andesit, dan di sini pada tahun 1879 ditemukan prasasti Canggal yang banyak kita kenal sekarang ini. Selain prasasti Canggal, dalam candi ini dulu juga ditemukan altar yoni, patung lingga (lambang dewa Siwa), dan arca lembu betina atau Andini.

Source :  http://wong168.wrdpress.com/2010/05/14/candi-hindu-di-indonesia/
Read more
0

Candi Lumbung, Magelang

Lumbung Temple

Candi Lumbung Harus Dipindah
Borobudur, Jawa Tengah (ANTARA News) – Candi Lumbung di tepian Kali Apu, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, harus diselamatkan dari banjir lahar Gunung Merapi dengan cara dipindahkan ke tempat lebih aman.

"Harus dipindah ke tempat yang tidak terlalu jauh dari tempat asalnya tetapi aman dari kemungkinan banjir lahar susulan," kata Direktur Peninggalan Purbakala Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Yunus Satrio Atmojo, di Borobudur, Rabu.

Candi Lumbung berlokasi di Dusun Candi Pos, Desa Sengi , Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

Ia mengatakan, butuh kajian secara serius untuk memindahkan situs yang dibangun sekitar abad ke-8 itu agar selamat dari bahaya banjir lahar.

Lokasi candi itu, katanya, saat ini tinggal sekitar dua meter dari tebing Sungai Apu akibat gerusan material vulkanik Merapi yang dibawa oleh banjir lahar tersebut secara beruntun pascaletusan gunung berapi itu akhir 2010.

"Akan kami turunkan tim kajian. Candi harus dicopoti sampai dengan dipindah, yang
Read more
0

Candi Asu, Magelang


 

Magelang
Tiga situs candi Hindu bersejarah sejak abad 8-10 M, terancam terjangan banjir lahar dingin Merapi di Magelang. Ketiga candi ini berdekatan dengan Kali Pabelan dan Kali Tlising, yang merupakan jalur banjir lahar dingin.
Ketiga candi itu adalah Candi Lumbung, Candi Asu dan Candi Pendhem yang dibangun pada masa kejayaan raja Hindu atau Mataram Kuno pada tahun 869 Masehi. Dari pantauan, Selasa (18/1), yang sangat terancam keberadaannya adalah Candi Lumbung di Dusun Candi Pos, Desa Sengi, Kecamatan Dukun, Magelang.
Bagian belakang Candi Lumbung ini hanya berjarak satu meter dari alur Kali Pabelan dan sungai sudah menggerus tebing setinggi 20 meter di dekat candi. Sebelum banjir lahar dingin, kedalaman dan curamnya candi hanya berjarak 10 meter dan talud/tanggul yang memperkuat bangunan candi sudah hilang diterjang lahar.
Sedangkan, Candi Asu jaraknya masih sekitar antara 200 meter dengan alur Kali Pabelan dan Candi Pendhem juga sekitar 200 meter dari Kali Tlising. Beberapa bagian candi berserakan dan jatuh tidak teratur, karena pergerakan tanah saat gemuruh banjir lahar dingin.
Ariyanto ,34, warga Desa Sengi, mengatakan Candi Lumbung yang dulu sering jadi tempat lumbung padi ini tidak terawat dan belum pernah dipugar. Masyarakat juga khawatir Candi Asu dan Candi Pendhem yang sering jadi tempat ritual seniman dan tokoh spiritual, juga runtuh akibat lahar dingin. “Kondisi ini diperparah lagi dengan terjangan lahar dingin yang membuat candi banyak berubah bentuknya,” ujar Ari pendek.
Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Sengi, Kecamatan Dukun, Ikhsan, mengatakan perlu ada perhatian khusus dari Pemprov Jateng untuk segera menyelamatkan candi. “Jika tidak, batu-batu candi dalam waktu tidak lama akan diterjang banjir lahar dingin yang semakin mengganas,” tegas Ihksan.
Selain itu, akses jalan menuju Candi Asu dan Candi Pendhem menuju ke Candi Lumbung juga sudah terputus oleh terjangan lahar dingin Merapi. Kali Pabelan dan Kali Tlising yang memisahkan ketiga candi itu sudah terendam material lahar dingin Merapi yang memutuskan jembatan sekaligus yang berfungsi sebagai bendungan antar dusun di Desa Sengi, Kecamatan Dukun, Magelang.


Source : solopos
Read more
0

CANDI NGAWEN - MUNTILAN - MAGELANG JAWA TENGAH



Candi Ngawen adalah candi Buddha yang berada kira-kira 5 km sebelum candi Mendut dari arah Yogyakarta, yaitu di desa Ngawen, kecamatan Muntilan, Magelang. Menurut perkiraan, candi ini dibangun oleh wangsa Syailendra pada abad ke-8 pada zaman Kerajaan Mataram Kuno. Keberadaan candi Ngawen ini kemungkinan besar adalah yang tersebut dalam prasasti Karang Tengah pada tahun 824 M. Candi ini terdiri dari 5 buah candi kecil, dua di antaranya mempunyai bentuk yang berbeda dengan dihiasi oleh patung singa pada keempat sudutnya. Sebuah patung Buddha dengan posisi duduk Ratnasambawa yang sudah tidak ada kepalanya nampak berada pada salah satu candi lainnya. Beberapa relief pada sisi candi masih nampak cukup jelas, di antaranya adalah ukiran Kinnara, Kinnari, dan kala-makara.
Read more
0

Candi Keblak

Lokasi :
Situs candi ini berada di Ds.Candi Keblak, Madurejo, Prambanan - Yogyakarta. Tepatnya berada di akses jalan utama menuju candi ijo.
Rute :
  1. Dari Yogyakarta tepatnya sebelum candi prambanan ada pertigaan lampu merah ke arah piyungan dan ratu boko (Jl.Prambanan - Piyungan ).
  2. Belok ke jalan tersebut dan ikuti terus sampai anda melihat papan petunjuk Candi ijo disebelah kiri jalan.
  3. Belok kiri sesuai papan petunjuk tersebut dan kurang lebih 50 m anda akan menjumpai perempatan.
  4. Belok kiri dan anda sudah sampai di Desa Candi Keblak.
  5. Tanyalah pada warga sekitar lokasi candi keblak berada.
Batu2 penyusun candi keblak yg berserakan dihalaman rumah warga
Sebuah lapik arca yg berada dibelakang rumah
Kondisi lapik arca ini miring
Lapik ini pernah akan dipindah ke prambanan tetapi tidak bisa
Ornamen pada arca ini masih bagus dan utuh


Sejarah :
Situs ini dulunya adalah candi Hindu dan sekarang hanya tinggal arfetak - arfetak yang tersebar di pekarangan rumah penduduk. Tidak ada catatan sejarah mengenai candi ini kapan dibuat ataupun mengapa candi ini bisa tinggal arfetak-arfetak seperti ini. Tidak jauh dari situs ini terdapat reruntuhan yg kondisinya sama yaitu Situs Marangan, Situs Singo Barong, Situs Tinjon.
Apa yg tersisa di situs ini adalah batu-batu candi yg berserakan dihalaman rumah dan satu2nya peninggalan yg masih baik kondisinya adalah lapik arca yg berukuran cukup besar dan berada di belakang rumah penduduk.
Read more
0

Candi Gunung Kawi, Gianyar


Foto 1 dari  1Candi Gunung Kawi di Kabupaten Gianyar, BaliFoto 1 dari  1Candi Gunung Kawi di Kabupaten Gianyar, Bali
Foto 1 dari  1
Candi Gunung Kawi di Kabupaten Gianyar, Bali

  • Candi Gunung Kawi di Kabupaten Gianyar, Bali

A. Selayang Pandang

Ketika memikirkan sebuah candi, mungkin yang terbayang di benak Anda adalah sebuah bangunan utuh yang tersusun dari batu atau bata merah. Namun, di Kabupaten Gianyar, Bali, ada sebuah candi yang tidak dibuat dari susunan batu, melainkan memanfaatkan dinding batu padas di tepi sungai sebagai media untuk membuat rumah ibadah para penganut Hindu tersebut. Caranya, dinding batu tersebut dipahat dan dibentuk menyerupai dinding-dinding candi. Tak hanya itu, dinding-dinding batu tersebut juga dilengkapi dengan ruangan tempat bermeditasi.
Candi ini disebut Candi Gunung Kawi, atau biasa juga dijuluki Candi Tebing Kawi. Meskipun merupakan salah satu situs purbakala yang dilindungi di Bali, tempat ini tetap menjadi tempat bersembahyang umat Hindu hingga sekarang. Nama Gunung Kawi sendiri konon berasal dari kata gunung (= gunung atau pegunungan) dan kawi (=pahatan) (http://www.berani.co.id). Jadi, nama gunung kawi seolah menyiratkan makna bahwa di tempat inilah sebuah gunung dipahat untuk menjadi sebuah candi. Kompleks candi yang unik ini pertama kali ditemukan oleh peneliti Belanda sekitar tahun 1920. Sejak itu, candi ini mulai menarik minat para peneliti, terutama para peneliti arkeologi kuno Bali. Menurut perkiraan para ahli, candi ini dibuat sekitar abad ke-11 M, yaitu pada masa pemerintahan Raja Udayana hingga pemerintahan Anak Wungsu (http://www.berani.co.id).
Menurut catatan sejarah, Raja Udayana merupakan salah satu raja terkenal di Bali yang berasal dari Dinasti Marwadewa. Melalui pernikahannya dengan seorang puteri dari Jawa yang bernama Gunapriya Dharma Patni, ia memiliki anak Erlangga dan Anak Wungsu. Setelah dewasa, Erlangga kemudian menjadi raja di Jawa Timur, sementara Anak Wungsu memerintah di Bali. Pada masa inilah diperkirakan candi tebing kawi dibangun. Salah satu bukti arkeologis untuk menguatkan asumsi tersebut adalah tulisan di atas pintu-semu yang menggunakan huruf Kediri yang berbunyi “haji lumah ing jalu” yang bermakna sang raja yang (secara simbolis) disemayamkan di Jalu. Raja yang dimaksud adalah Raja Udayana. Sedangkan kata jalu yang merupakan sebutan untuk taji (senjata) pada ayam jantan, dapat diasosiasikan juga sebagai keris atau pakerisan. Nama Sungai Pakerisan atau Tukad Pakerisan inilah yang kini dikenal sebagai nama sungai yang membelah dua tebing Candi Kawi tersebut (http://www.purbakalabali.com).
Versi lainnya yang berasal dari cerita rakyat setempat menyebutkan bahwa pura atau candi Tebing Kawi ini dibuat oleh orang sakti bernama Kebo Iwa. Kebo Iwa merupakan tokoh legenda masyarakat Bali yang dipercaya memiliki tubuh yang sangat besar. Dengan kesaktiannya, konon Kebo Iwa menatahkan kuku-kukunya yang tajam dan kuat pada dinding batu cadas di Tukad Pakerisan itu. Dinding batu cadas tersebut seolah dipahat dengan halus dan baik, sehingga membentuk gugusan dinding candi yang indah. Pekerjaan yang seharusnya dikerjakan orang banyak dengan waktu yang relatif lama itu, konon mampu diselesaikan oleh Kebo Iwa selama sehari semalam (http://www.gianyartourism.com).

B. Keistimewaan

Candi Gunung Kawi memang unik dan mengesankan. Kesan itu setidaknya dimulai sejak Anda menuruni sejumlah 315 anak tangga di tubir Sungai Pakerisan. Suasana asri yang nampak dari rerimbunan pohon di tepi sungai, juga gemericik air dari sungai yang dikeramatkan di Bali ini membuat pengunjung seolah disambut oleh simfoni alam. Anak tangga-anak tangga untuk menuju Candi Gunung Kawi ini terbuat dari batu padas yang dibingkai dengan dinding batu.
Sesampainya di kompleks candi, wisatawan akan menyaksikan dua kelompok percandian yang dipisahkan oleh aliran Sungai Pakerisan. Candi pertama terletak di sebelah barat sungai, menghadap ke timur, yang berjumlah empat buah. Sedangkan candi kedua terletak di sebelah timur sungai, menghadap ke barat, yang berjumlah lima buah. Pada kompleks candi di sebelah barat, juga dilengkapi kolam pemandian serta pancuran air. Menyaksikan dua kompleks candi ini, Anda akan dibuat takjub oleh pemandangan dinding-dinding batu cadas yang dipahat rapi membentuk ruang-ruang lengkung yang di dalamnya terdapat sebuah candi. Candi-candi ini sengaja dibuat di dalam cekungan untuk melindunginya dari ancaman erosi.

Candi sengaja dibuat di dalam ruang lengkung (ceruk)
Sumber Foto: http://niput.multiply.com
Pada kompleks candi di sebelah barat terdapat semacam “ruang” pertapaan yang juga disebut wihara. Wihara tersebut dipahat di dalam tebing yang kokoh dan dilengkapi dengan pelataran, ruangan-ruangan kecil (seperti kamar) yang dilengkapi dengan jendela, serta lubang sirkulasi udara di bagian atapnya yang berfungsi juga untuk masuknya sinar matahari. Ruangan-ruangan di dalam wihara ini kemungkinan dahulu digunakan sebagai tempat meditasi maupun tempat pertemuan para pendeta atau tokoh-tokoh kerajaan lainnya.

Ruangan yang digunakan sebagai tempat pertapaan atau meditasi
Sumber Foto: http://niput.multiply.com
Situs lainnya yang masih satu kompleks dengan Candi Gunung Kawi adalah gapura dan tempat pertapaan yang disebut Geria Pedanda. Di tempat ini wisatawan dapat menyaksikan beberapa gapura dan tempat pertapaan. Para ahli menyebut tempat ini sebagai “Makam ke-10”. Penamaan oleh para ahli ini didasarkan pada tulisan singkat dengan huruf Kediri yang berbunyi “rakryan”, yang jika ditafsirkan merupakan tempat persemayaman seorang perdana menteri atau pejabat tinggi kerajaan. Sementara di bagian lain, agak jauh ke arah tenggara dari kompleks Candi Gunung Kawi, melewati persawahan yang menghijau, terdapat beberapa ceruk tempat pertapaan dan sebuah wihara yang nampaknya sebagian belum terselesaikan secara sempurna oleh pembuatnya.
Kompleks Candi Gunung Kawi memang sengaja dibuat untuk persemayaman Raja Udayana dan anak-anaknya. Namun makna persemayaman di sini bukan sebagai kuburan untuk badan sang Raja dan keluarganya, melainkan dalam pengertian simbolis, yakni untuk penghormatan kepada sang raja. Oleh sebab itu, mengunjungi tempat ini Anda akan mendapatkan suasana tenang dan damai. Kompleks Candi Gunung Kawi memang merupakan tempat ideal untuk bermeditasi, sembahyang, atau untuk sekedar berwisata. Lokasinya yang sejuk dan terletak persis di tepi sungai membuat kompleks percandian ini menawarkan aura ketenangan batin yang dalam.
Read more
0

Candi Pawon

Candi Pawon bukan sebuah makam, melainkan sebagai tempat untuk menyimpan senjata Raja Indera yang bernama Vajranala.
Candi Pawon terletak 1,5 km ke arah barat dari Candi Mendut dan ke arah timur dari Candi Borobudur, juga merupakan sebuah candi Budha. Saat diteliti secara lengkap pada reliefnya, ternyata merupakan permulaan relief Candi Borobudur.
Banyak orang mengira Candi Pawon merupakan sebuah makam, namun setelah diteliti ternyata merupakan tempat untuk menyimpan senjata Raja Indera yang bernama Vajranala. Candi ini terbuat dari batu gunung berapi. Ditinjau dari seni bangunannya merupakan gabungan seni bangunan Hindu Jawa kuno dan India. Candi Pawon terletak tepat di sumbu garis yang menghubungkan Candi Borobudur dan Candi Mendut.
Kemungkinan candi ini dibangun untuk kubera. Candi ini berada di atas teras dan tangga yang agak lebar. Semua bagian-bagiannya dihiasi dengan stupa (dagoba) dan dinding-dinding luarnya dengan gambar-gambar simbolis.
Read more